Berbeda dengan para pebisnis yang selalu menetapkan target bisnis
setiap tahun, saya memilih tidak melakukannya. Saya membiarkan bisnis
saya seperti air mengalir saja.
Kunci usaha saya adalah anak-anak bisa mengelolanya. Mereka betah
ikut saya selama 35 tahun, bahkan ada yang 40 tahun masih terus ikut.
Bagi saya, mereka bukan karyawan, melainkan anak-anak.
Ini juga yang membuat Kemchicks tetap eksis di tengah-tengah serbuan
gajah-gajah ritel yang ada sekarang ini. Mereka merasa memiliki dan
mengelola bisnis Kemchicks.
Saya percaya bahwa anak-anak punya
kemampuan, bahkan lebih besar dari saya. Mereka bisa menentukan apa yang
mereka mau. Tidak harus menjadi seperti saya.
Saya bukan tipikal pemimpin atau orang tua yang over protektif. Saya
juga tak kejam ke anak-anak. Itu tidak ada dalam kamus saya. Mereka tak
harus meneruskan bisnis saya. Mereka bisa memilih apa yang mereka mau.
Makanya, ketika anak saya minta sekolah perhotelan, saya mencarikan
sekolah perhotelan yang terbaik di dunia, Swiss. Satunya lebih tertarik
sekolah perhotelan di Singapura. Saya membebaskan mereka memilih apa
yang mereka inginkan.
Apakah kemudian mereka juga terjun ke perhotelan, saya tidak tahu.
Saya memilih tidak perlu ikut campur dengan urusan mereka. Bukan abai,
toh saya dekat sekali dengan mereka. Itu pilihan mereka yang harus
mereka pertanggungjawabkan.
Ini sama halnya saya mengelola Kemchicks. Anak-anak bekerja sesuai
yang mereka inginkan dan targetkan. Kalau ingin maju, mereka akan
mengupayakan. Cuma satu hal yang saya perhatikan: bisnis mereka harus
sehat. Kelakuan mereka juga harus sehat. Untuk memastikan itu, saya
terus memantau agar bisnis dan kelakuan mereka tetap sehat. Prinsip
saya, selama mereka bahagia, saya pasti bahagia.
Anak-anak adalah produk zaman sekarang. Ini berbeda dengan anak-anak
pada zaman saya. Mereka punya cara berbisnis yang berbeda dengan zaman
saya. Tugas saya hanya mengalirkan budaya dari orang tua yang dialirkan
ke saya dan kemudian saya teruskan ke mereka.
Saya dan anak-anak paham yang namanya bisnis ada untung dan rugi.
Tidak bisa selalu untung, atau sebaliknya tidak selamanya merugi terus.
Banyak pengusaha yang menjual usahanya yang dalam kondisi rugi, saya
tidak begitu. Justru kalau merugi tidak saya jual karena saya tak ingin
menyengsarakan orang lain. Seperti Kemfood yang saya jual, itu
perusahaan yang bagus. Banyak yang minta padahal saya tidak pernah
menawarkan. Proses negosiasinya pun berlangsung sangat singkat.
Cuma, apakah itu artinya saya tidak mengalami problem dalam bisnis? Saya bilang: tidak ada bisnis yang tidak ada problem.
Logika bisnis saya memang berbeda dari pengusaha lain. Saya percaya
setiap aksi ada reaksi, ada sebab ada pula akibat. Mereka semua menuju
dua arah, positif dan negatif. Dari pengalaman saya, semua bisnis
menghasilkan dua arah itu. Dan, kita tidak bisa hanya mengambil satu
sisi yakni yang positif saja. Dua-duanya harus kita ambil.
Hal terpenting menjadi pemimpin adalah tahu saat sudah cukup. Tahu
saat berhenti. Saya merasa, orang zaman sekarang bilang cukup itu susah.
Orang yang kaya, dari bangsa atau suku apa pun, tidak ada yang merasa
cukup. Mereka mau bertambah besar lagi. Saya merasa sudah cukup, dan ini
membuat saya bahagia.
Selasa, 10 September 2013
Pemimpin harus tahu saat bisnisnya sudah cukup
23.26
No comments
0 komentar:
Posting Komentar